POST TERBARU
Translate
bagikan artikel
MENCERNA PUISI TAUFIK ISMAIL MUHAMMADIYAH SATU ABAD DELAPAN TAHUN
- Get link
- X
- Other Apps
Taufik Ismail, seorang sastrawan senior hadir membacakan sebuah puisi dalam acara resepsi Milad ke 108 Muhammadiyah. Momen ini menjadi salah satu bagian acara yang menjadi perhatian peserta yang hadir secara virtual.
Taufik Ismail saat membacakan puisi dalam Milad ke 108 Muhammadiyah |
Puisi
dengan judul Muhammadiyah Satu Abad Delapan Tahun dibacakan oleh Taufiq Ismail
pada Resepsi Milad ke 108. Resepsi Milad
ke 108 Muhammadiyah dilaksanakan secara virtual pada tanggal 18 Nopember 2020
tepat 108 tahun bila mengacu pada kalender umum mengingat Muhammadiyah yang
digagas oleh K.H. Ahmad dahlan lahir pada tanggal 18 Nopember 1912.
Milad yang dilaksanakan di masa pandemi covid 19 ini dilaksanakan secara virtual melalui zoom meeting dan disiarkan langsung melalui youtube oleh beberapa media Muhammadiyah. Gelaran Resepsi Milad yang diselenggarakan dari Masjid At Tanwir Kantor PPM Menteng ini diikuti oleh pimpinan dan warga Muhammadiayah se Indonesia.
Satu dari banyak acara menarik dalam Resepsi Milad adalah dibacakannya sebuah puisi oleh sastrawan senior Indonesia Taufik Ismail. Ketertarikan atas puisi tersebut membawa saya untuk belajar mencerna makna dan isi puisi ini.
Muhammadiyah Satu Abad Delapan
Tahun
Oleh: Taufik Ismail
Yang selalu terngiang-ngiang di telinga
Dan berulang-ulang memasuki sukma
Ketika di zaman revolusi di Yogya
Murid Sekolah Rakyat Muhammadiyah saya
Ngupasan nama jalannya
Letaknya di belakang Istana Negara
Kami dituntun mengaji Qur'an
Surah Al-Maún tujuh ayatnya
Yang diulang-ulang adalah nomor tiga
“Wa laa yakhudh-dhu ála thaáamil miskian”
Itulah orang yang mendustakan diin
Astaghfirullah, begitu mendalam maknanya
Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat
Yang berkekurangan hidupnya
Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat
Yang hidupnya sengsara dan melarat
Inilah amanat yang harus senantiasa teringat
Karena sejak kecil telah ditunjukkan teladan
Agar senantiasa bersifat dermawan
Dalam beberapa bait awal ini Taufik Ismail mengajak penikmat sastranya untuk mengikuti sang sastrawan dalam bernostalgia, mengenang masa ketika menjadi murid SR Muhammadiyah di Yogyakarta. Kenangan yang dikisahkan sastrawan ini seakan memberikan kesan betapa masa itu melekat dalam diri taufik Ismail. Hal ini tergambarkan dalam kalimat “yang selalu terngiang-ngiang di telinga dan berulang-ulang memasuki sukma”.
Taufik Ismail tak hanya mengajak penikmat sastranya untuk melihat langsung tempat sekolahnya di masa lalu. Sastrawan senior ini juga berbagi ilmu yang telah diterima dari gurunya di Sekolah Rakyat Muhammadiyah Yogyakarta. Ilmu yang kini lebih dikenal dengan ‘teologi Al Mauun’ digaungkan oleh penyair menyiratkan pesan bahwa ajaran islam yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya di masa lalu dan diteruskan hingga saat ini masih relevan untuk dilanjutkan. Ajaran tentang kedermawanan dan kepekaan sosial
Kenangan berikutnya yang selalu dalam catatan
Adalah ibuku yang aktif di Áisyiyah
Beliau angkatan pertama tamatan Perguruan
Diniyah
Puteri Padang Panjang
Asuhan Etek Rahmah el-Yunusiyah
Ketika di Yogya di masa revolusi
Ibuku Tinur M. Nur jadi penyiar di RRI
Untuk siaran luar negeri
Siaran khusus ke negara-negara Islam
Menyampaikan berita tentang Indonesia yang baru
merdeka
Negeri Islam yang gigih berjuang
Membebaskan bangsa dari penjajahan kolonialisme
Siaran dalam Bahasa Arab
Yang mendapat sambutan sangat hangat
Inilah kisah tentang ayahku yang sekali sebulan
Mondar-mandir ke Bandung dari Pekalongan
Ikut berkumpul di rumah Bung Karno mendapat
latihan
Setiap pagi ke sana ibuku selalu ke titip
rendang Pandang
Untuk Ibu Inggit dalam rantang
Dan Bung karno yang 10 tahun lebih tua dari
ayahku
Berkata “Gaffar, ajari saya agama Islam
Kamu nanti saya beri ilmu Marxisme”
Ayah saya tamatan pesantren Summatra Thawalib
Parabek
Dengan senang hati bertukar ilmu
Bung Karno taat menghayati Islam
Tapi ayahku walau dibujuk, tak bersedia masuk
PNI
Karena sudah sejak lama aktif di Masyumi
Begitulah pengalaman dari zaman sebelum
revolusi
Yang terkenang pada hari ini
Hari 108 tahun usia Muhammadiyah kita
Taufik Ismail ternyata juga berkisah tentang latar belakang keluarganya dalam puisi ini. Dengan percaya diri penyair menceritakan ibunya yang aktif di ‘Aisyiyah, Organisasi wanita yang menjadi organisasi otonom khusus di Muhammadiyah. Ibu Tinur, seorang Aktifis ‘Asyiyah yang turut mengambil peran dalam mempublikasikan kemerdekaan Indonesia keluar negeri. Fungsi yang belum banyak bias diperankan oleh kebanyakan masyarakat saat itu.
Kisah tentang seorang ayah tak luput menjadi perhatian. Gaffar yang diminta bung Karno mengajarinya tentang islam, menunjukkan bahwa sang ayah memiliki pemahaman agama yang cukup. Taufik Ismail melalui puisi ini juga menampilkan pesan bagaimana ayahnya juga belajar tentang Marxisme kepada Bung Karno. Namun demikian tetap teguh kepada keyakinannya.
(Kota Blitar yang menjadi tempat Bung Karno menikmati masa kecil sekaligus menjadi tempat peristirahatan terakhirnya bisa menjadi inspirasi dalam puisi. Selain itu perjuangan Supriyadi bersama PETA di masa pendudukan jepang juga terjadi di Kota Blitar. Anda bisa membacanya di artikel Blitar Kota Puisi
Kita terkenang pada gagasan dan amal perjuangan
Sang pendiri K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
Sesudah kembali studi dari Tanah Suci
Dan interaksi dengan ulama-ulama Indonesia di
sana
Sekembali dari Arab Saudi
Kiyai Dahlan pulang membawa ide dan gerakan
pembaruan
Didirikanlah organisasi dengan nama
Muhammadiyah
Sesudah pendirinya shalat istiharah
18 Nopember 1912 di Yogyakarta
Dimulai dengan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah
Dan berkelanjutan seterusnya dan seterusnya
Di bidang tauhid Kiyai Dahlan ingin membersihkan
Aqidah Islam dan segala macam syirik
Di bidang ibadah membersihkan
Cara-cara ibadah dari bid’ah
Dalam bidang muámalah membersihkan
Kepercayaan dari khurafat
Serta dalam bidang pemahaman ajaran
Ia merombak taklid, lalu memberi kebebasan
berijtihad
Dengan demikian kesimpulan utama gerakan ini
(Menurut Djarnawi Hadikusumo) Kiyai Dahlan
Telah menampilkan Islam sebagai
Sistem kehidupan manusia dalam segala seginya
Berikutnya K.H. Mas Mansyur (1896-1946), tokoh
Muhammadiyah
alumnus Universitas Al-Azhar Cairo mengembangkan kelanjutannya
Dalam bait-bait puisi di atas, Taufik Ismail seakan bercerita tentang latar belakang berdirinya Muhammadiyah. Dimulai dengan mengangkat kisah bagaimana K.H. Ahmad Dahlan belajar di tanah suci dan berdiskusi dengan para ulama’. Munculnya gagasan tentang gerakan pembaharuan di tanah air.
Tidak ketinggalan, Taufik Ismail juga berbagi ilmu tentang esensi
dari gerakan Muhammadiyah di masa awal berdirinya. Membersihkan Aqidah umat
dari Syirik, Membersihkan Ibadah dari Bid’ah dan membersihkan dari khurofat.
Di dalam angka-angka amal usaha Muhammadiyah di
bidang pendidikan
hingga saat ini adalah sebagai berikut
Telah berdiri
4.623 Taman Kanak-Kanak dan PAUD
2.604 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
1.772 SMP/Madrasah Tsanawiyah
1.143 SMA/SM Kejuruan/Madrasah Aliyah
172 Perguruan Tinggi
Ini berlanjut terus di bidang kesehatan,
sosial, ekonomi, dan seterusnya
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Dalam usia 108 tahun pada angka 18 Nopember 2020
ini
Sebagai alumnus Sekolah Rakyat Muhammadiyah
Ngupasan Yogyakarta 1948
Saya berterima kasih sangat tinggi
Kepada guru-guru saya 74 tahun yang silam
Pak Solichin dan Bu Badriyah
Saya terkenang pada teman sekelas saya
Muhammad Farid Ma’ruf dan Sumitra
Yang jadi guru besar di Universitas Gadjah Mada
Saya terkenang pada bangunan sekolah saya
Di Ngupasan, belakang Istana Negara
Saya terkenang pada rumah tua di Langenastran
Jero Beteng, tempat saya ikut berkumpul
Bersama sahabat saya, Rendra
Saya terkenang pada Kantor Muhammadiyah
Lima menit jalan kaki dari SD Ngupasan
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Semoga organisasi Muhammadiyah tak berhenti
Dan senantiasa aktif di ratusan pulau
Ratusan pulau
Mambina jutaan ummat
Jutaan ummat
Dan kini telah melewati masa satu abad
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah
Teruskanlah melanjutkan gagasan Kiyai Ahmad
Dahlan
Kiyai Mas Mansyur dan seluruh pemimpin
Muhammadiyah
Di seluruh tanah air kita Indonesia
Semoga dalam lindungan ridha Allah
Aamiin, aamiin,aamiin
Semoga organisasi Muhammadiyah
Senantiasa menjaga kesatuan ummat
Walaupun ada di sana-sini perbedaan
Tapi tetap dalam kesatuan
Sebagai ummat di bawah naungan tauhid
Diperkuat doa bersama
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Semoga dalam ridha-Nya senantiasa
Aamiin, aamiin,aamiin
Ya Rabbal áalamin
Pada bait-bait akhir dari puisinya, Taufik Ismail mengajak penikmat sastranya untuk mengarungi waktu demi waktu bagaimana Muhammadiyah berkembang. Dengan diselingi oleh kenangannya sastrawan seakan mengajak seluruh lapisan masyarakat berterima kasih atas perjuangan Muhammadiyah yang memberi manfaat.
Dalam perjalanan 108 tahun Muhammadiyah dengan berbagai capaian dalam dakwah dan amal usahanya, Taufik Ismail sebagai bagian dari Muhammadiyah mengajak warga Muhammadiyah untuk senantiasa bersyukur ke pada Alloh SWT.
Dengan memanjatkan doa untuk kelangsungan perjuangan Muhammadiyah, Taufik Ismail berpesan melalui kalimatnya “Teruskanlah melanjutkan gagasan Kiyai Ahmad Dahlan, Kiyai Mas Mansyur dan seluruh pemimpin Muhammadiyah di seluruh tanah air kita Indonesia”.
Anda bisa menikmati puisi lama dalam bentuk pantun nasehat untuk menambah referensi sastra. pantun nasehat tersebut dapat dinikmati di artikel Pantun Nasehat Mencegah Corona, Isolasi, Silaturahmi, Orangtua dan Agama
Comments
Post a Comment